SURABAYA (mediasurabayarek.com) - Agenda pemeriksaan 2 (dua) saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darwis SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, dalam sidang lanjutan terdakwa Liliana Herawati, yang tersandung dugaan perkara memberikan keterangan palsu ke dalam akta otentik, kembali digelar di ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Kedua saksi itu adalah Erick Sastridikoro (Sekjend) Perkumpulan Pembinaan Mental Karate Kyokushinkai dan Hadi Susilo. Giliran pertama diperiksa adalah Erick di persidangan.
Setelah Hakim Ketua Ojo Sumarna SH MH membuka sidang dan terbuka untuk umum, langsung memberikan kesempatan bertanya pada Jaksa Darwis bertanya pada saksi Erick.
Jaksa Darwis SH bertanya pada saksi, dalam perkara apa terdakwa Liliana disidangkan di persidangan kali ini ?
"Penempatan keterangan palsu dalam akta otentik pengunduran diri dari terdakwa dari Perkumpulan Pembinaan Mental Karate Kyokushinkai," jawab saksi.
Dalam organsasi perkumpulan itu, selaku pendiri adalah Bambang Irwanto, Liliana, DR KPHA Tjandra Sridjaja P. SH MH (Ketum) , Erick (Sekjen), dan Yunita (Bendahara). Terdakwa Liliana tidak termasuk dalam kepengurusan.
Kegiatan perkumpulan adalah menampung dana CSR dan mengelola dana arisan kepengurusan perkumpulan dan dinotariatkan.
Menurut Erick, pihaknya melaporkan penyidik mengenai memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik. Pada Oktober 2019, terdakwa ditegur Ketum, adanya yayasan yang berdiri dengan nama yang sama dengan Perkumpulan di berita negara.
Kala itu, terdakwa masih pendiri Perkumpulan dan diklarifikasi. Sebab, ada pendirian Yayasan tanpa pemberitahuan pada perkumpulan, secara diam-diam. Terdakwa ditegur Ketum, karena adanya Yayasan itu.
Dalam rapat, terdakwa untuk keluar dari perkumpulan, agar tidak dipermalukan dengan adanya Yayasan. Untuk Yayasan ada Liliana,Rudi Hartono, Alex Suwantoro Surya Kencana , Hadi Hartoko, dan Hananto.
Mereka tahu bahwa terdakwa adalah anggota Perkumpulan. Kegiatan Yayasan dan Perkumpulan sama. Pada 7 Nopember menggelar rapat dengan Tjandra Sridjaja. Mereka yang hadir dari Yayasan adalah Rudi Hartono, Alex , Vincent, Surya Kencana, dan Andi Prayitno. Sedangkan dari Perkumpulan hadir Erick dan lainnya.
Ada 3 (tiga) point yang diusulkan, yakni Liliana mengundurkan diri dan diusulkan nama pembinaan mentan Karate diganti. Hasil pertemuan dan kesimpulan pada 2 (dua) putaran, namun rapat tidak membahas perkumpulan secara ditel.
Perihal akta No.8, saksi Erick tidak melihat dan hadir dan tidak tahu tentang hal itu. Di Bareskrim saksi katakan seolah-olah terdakwa menggunakan akata No 5 dan No 8 itu tidak relevan.
Giliran Penasehat Hukum (PH) terdakwa, DR Gregorius SH MH bertanya pada saksi, apakah melihat akta no 8 itu ?
"Hanya melihat sekilas dari Penyidik pada 6 Juni 2020. Tetapi, tidak membaca isinya," jawab saksi Erick.
Kembali PH DR Gregorius SH MH bertanya pada saksi, bagaimana bisa dikatakan palsu, tanpa melihat atau membaca isinya. Terdakwa tidak pernah menyatakan mengundurkan diri dari Perkumpula Pembinaan Karate,
Sehabis sidang, Juru Bicara (Jubir) Pembinaan mental Karate Kyokoshinkai, Abdul Wahid Adinegoro SH didampingi DR Gregorius SH MH mengatakan, keterangan yang disampaikan saksi Erick tadi sangat jauh dari fakta dan tidak sesuai fakta.
"Terdakwa tidak pernah menerima mereka di Batu. Kedua, agenda rapat 7 nopember itu, bukan mengenai 3 masalah yang diceritakan di persidangan.Tetapi ada kisruh terkait antar warga mengenai pemberitaan media massa. Tidak ada hubungan 3 hal itu dan itu omong kosong. Tidak ada urusan dengan perkumpulan," ujarnya.
Mengenai Penggunaan AKta No.8 , jadi terdakwa tidak pernah menggunakan akta itu di MabesPolri. Penyidik Mabes bertanya ada atau tidak, jika dibutuhkan dikasih, tetapi bukan terdakwa menggunakan akta.
AKta No 16 dan 17 dibuat pada hari yang sama, faktanya akta No.16 itutidak dihadiri oleh terdakwa, sebagai salah satu pendiri. Dia tidak pernah diundang , dan tidak pernah dipanggil untuk menghadiri perubahan akta itu.
"Jadi,mau bagaimana ? Bahwa pengunduran diri terdakwa itu tidak benar dan tidak pernah terjadi. Usulan pengunduran diri itu, kalau Perkumpulan itu merubah nama Pembinaan Mental Karate itu dihapus atau diganti," ucap Abdul Wahid Adinegoro SH.
Untuk merubah nama Perkumpulan itu belum terjadi.Kalau tidak ada perubahan nama, maka terdakwa tidak mengundurkan diri.
Perihal Kerugian itu, menurut bukti ada 32 penerbangan atas nama saksi tadi cuma 2 (dua) saja. Sedangkan 30 atas nama Srijaya, hal itu untuk urusan apa.
"Kami sudah cek ke Mabes Polri , lebih dari satu kali datang. Ada 30 kali datang itu, mau ngapain ? Saksi katakan tadi, hal itu kerugian dia pribadi," ujarnya.
Dijelaskan Abdul Wahid , bahwa perguruan perkumpulan pembinaan mental Karate Kyokoshinkai yang sudah didirikan sejak tahun 1967.
"Ojok digawe iki, kalau nggak digawe, aku mengundurkan diri. Tetapi masih terus dipakai. Saksi bilang tadi bahwa Liliana tidak pernah mengundurkan diri secara tertulis. Nggak pernah ada. Kalau notulen itu bersyarat, terdakwa mengundurkan diri kalau nama Perguruan Pembinaan Mental Karate Kyokushinkai nggak dipakai, baru mengundurkan diri," katanya.
Semula saksi katakan lebih dulu dilaporkan di Mabes Polri terhadap akta No 16 dan 17 Tahun 2020. Akta 16 seolah-olah Liliana mengundurkan diri. Disebutkan Erick tidak ada surat tertulis. Kalau surat tertulis seharusnya Liliana hadir. Akta No 16 yang mengatakan Liliana mengundurkan diri itu imajinernya Tjandra," cetusnya.
Nah, akta itu isinya palsu dan dilaporkan ke Mabes Polri. Nggak tahunya, dia lapor balik. Terdakwa 'dikriminalisasi'. Tjandra CS ini melaporkan Liliana dengan akta palsu.
Sebagaimana diketahui, terdakwa Liliana Herawati didakwa Jaksa Kejari Surabaya dengan Pasal 266 Ayat (1) KUHP atau Pasal 266 Ayat (2) KUHP karena sudah merugikan Erick Sastridikoro atau Perkumpulan Pembinaan Mental Karate Kyokushinkai secara materiil dan immateriil.
"Liliana tidak pernah menyuruh memasukkan keterangan palsu, sebagaimana dakwaan Jaksa terhadap Liliana yang mengenakan pasal 266 KUHP. Liliana tidak bersalah dalam perkara ini," tukasnya. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar