SURABAYA (mediasurabayarek.com) - Sidang lanjutan Wempi Darmapan, Ketua Koperasi Serba Usaha (KSU) Cendrawasih Lestari, yang berlokasi di Kepulauan Aru, Provinsi Maluku masih menjalani sidang di ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya , Kamis (29/7/2021).
Kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Willy Pramana SH MKn dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak, Surabaya menghadirkan saksi Mellinda Lelapary (karyawan Wempi di KSU Cendrawasih) via teleconference.
Dalam keterangannya, Mellinda menyatakan, dirinya bekerjs sebagai tenaga teknis (Ganis) pengelolaan hasil hutan di KSU Cendrawasi sejak tahun 2020 hingga sekarang ini.
"Saya yang mengurus SKSHH KO secara elektronik. Hasil pengukuran dimasukkan SIPU online dan setelah itu terbitlah SKSHH KO Begitu juga dengan pengurusan SKSHH-KB," ucapnya.
Menurut Mellinda, pihaknya tidak mengetahui siapa yang melakukan pengukuran atas kayu-kayu tersebut. Namun begitu, pastinya SKSHH KO itu diterbitkan di Ambon.
"Dalam SKSHH KO itu total kayunya sebanyak 64 M3. Tujuan pengiriman kayu dengan kapal itu adalah Surabaya," ujarnya.
Ketika Penasehat Hukum (PH) terdakwa Wempy, yakni Straussy Tauhiddinia Qoyumi SH bertanya pada saksi Melinda tentang berapa kali kejadian kelebihan volume kayu seperti itu.
"Kelebihan volume kayu itu baru kali ini terjadi. Saya nggak lihat kayunya dan nggak mengukurnya. Hanya melihat dokumen saja," kata Melinda.
Sebab, hasil pengukuran ahli dari Surabaya atas kayu kayu milik Wempi tersebut sebanyak 74 M3.
Atas keterangan saksi Melinda ini, terdakwa Wempi tidak memberikan tanggapan atau keberatan atas keterangan saksi tersebut.
Sebelum sidang ditutup, PH Straussy Tauhiddinia Qoyumi SH bertanya pada mejelis hakim mengenai kapan dilakukan pengukuran ulang atas kayu kayu tersebut.
"Kami minta penetapan pengukuran ulang atas kayu tersebut, Yang Mulia," cetus PH Straussy SH.
Sementara itu, Hakim Ketua Tumpal Sagala SH Mhum mengatakan, sidang akan dilanjutkan pada Senin (2/8/2021) dengan agenda pemeriksaan saksi dan saksi ahli yang dihadirkan Jaksa.
Sehabis sidang, PH Straussy Tauhiddinia Qoyumi SH mengungkapkan, ada beberapa hal yang belum diketahui publik tentang duduk perkara ini yang sebenarnya.
Menurut Straussy, hal pertama adalah tentang dakwaan JPU terhadap Wempi Darmapan adalah dakwaan tunggal.
Dalam surat dakwaan JPU Kejati Jatim, Wempi Darmapan dianggap telah melakukan penyalahgunaan dokumen angkutan hasil hutan Kayu yang diiterbitkan oleh pejabat yang berwenang dan dijerat dengan Pasal 88 ayat (1) huruf c Junto Pasal 15 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
“Bisa disimpulkan bahwa terdakwa bukan didakwa melakukan pembalakan liar atau pemalsuan surat sebagaimana diberitakan sebelumnya. Karena telah dilakukan lacak balak oleh Tim Gakkum KLHK dan tidak terbukti adanya pembalakan liar," tukas Straussy SH .
Ini sesuai dengan dokumen yang diperiksa pada saat penyidikan. Kami berharap rekan media dapat berdasar pada surat dakwaan Jaksa. Di perkara ini sama sekali tidak ada pemalsuan dokumen dan pembalakan liar.
Diduga adanya penyalagunaan dokumen SKSHHKO karena ada perbedaan volume dalam SKSHHKO dengan hasil pengukuran ahli yang ditunjuk dan ditugaskan Dinas Kehutanan setelah barang bukti diamankan.
Dalam persidangan di PN Surabaya sebelumnya, Kamis , 26 Juli 2021 membuktikan bahwa saksi penyidik Gakkum yang ditugaskan untuk mengamankan barang bukti tidak mengatahui kesalahan apa yang dilakukan terdakwa sehingga kayunya diamankan pada 6 Februari 2021.
Saksi penyidik Gakkum, hanya mengikuti perintah pusat. Saksi pelapor dari PPNS Gakkum KLHK mengaku tidak memiliki kompetensi untuk melakukan pengukuran apalagi penentuan volume kayu yang diamankan.
Lagi pula, kata Straussy, pengukuran oleh ahli yang ditunjuk Gakkum KLHK baru dilaksanakan pada 16 Februari 2021. Menurutnya, tanggal pengukuran ini pun rancu. Di BAP tanggal pengukurannya beda-beda.
Dalam BAP saksi Mukhlis pada 17 sampai 21 Pebruari, BAP saksi Miftahunni’an 23 sampai 25 Pebruari. "Selaku PH terdakwa sampai saat ini belum pernah terima BAP Pengukuran tersebut. Jadi riil pengukuran itu dilakukan tanggal berapa kita juga tidak tahu,,” tuturnya.
Dalam kesempatan itu, Straussy juga memaparkan, adanya kejanggalan hasil penyidikan yang menjadi dasar pemeriksaan perkara ini di PN Surabaya.
Dalam BAP pengukuran , tidak menemukan adanya tanda tangan dari penyidik, tanda tangan ahli maupun tanda tanda saksi yang menyaksikan pengukuran.
Kondisi ini tentunya bertentangan dengan Pasal 75 ayat 1 KUHAP tentang pemeriksaan dan Pasal 118 KUHAP bahwa keterangan saksi dicatat dalam berita acara yang ditandatangani oleh penyidik dan oleh yang memberi keterangan, setelah mereka menyetujui isinya.
Saksi tidak mau membubuhkan tanda tangannya, penyidik mencatat hal itu dalam berita acara dengan menyebut alasannya.
Kejanggalan lainnya adalah ketidakhadiran ahli di persidangan meski sudah dipanggil secara sah. Ini juga terjadi di persidangan di PN Gresik atas nama terdakwa Junaid Hitimala.
Sebagaimana diketahui, Wempi dan Junaid ditangkap bersamaan, namun diadili di pengadilan berbeda. Wempi di PN Surabaya, Junaid di PN Gresik, pasal yang dijeratkan sama yakni Pasal 88 ayat (1) huruf c Junto Pasal 15 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Bedanya, Wempi Darmapan kelebihan volume sebaliknya Junaid kekurangan volume.
Straussy mengapresiasi dikabulkannya permohonan untuk melakukan pengukuran volume kayu di perkara Wempi Darmapan oleh PN Surabaya.
Diusulkan Straussy kepada majelis hakim agar pengukuran ulang tersebut dilakukan oleh lembaga pengukur independen seperti PT (BUMN) Sucofindo atau BUMN Surveyor Indonesia sebagai pihak yang independen, yang tentinya di luar daripada KLHK. (ded)
0 komentar:
Posting Komentar